[Liputan Media] Hazrina Syahdan Terbebas Papilitis Optic Neuritis Berkat Aquatreat Therapy

0
993

Hazrina Syahdan usai wisuda S1 Indonesia Banking School, Nopember 1991.Jakarta, Trenz Edutainment I Berdasarkan pengalaman yang dilakoni sekitar 20 tahun yang silam, Ir. H. A. Juanda melahirkan formula obat herbal untuk mengatasi Toxoplasmosis, Rubella, CMV, dan Herves (TORCH) yang menjadi penyebab pasutri (pasangan suami istri) susah mempunyai anak. Namun demikian, Juanda menceritakan,  karena pemahaman masyarakat relative masih sangat rendah, ramuan herbal buatannya tak dijual secara bebas. “Saya lewat seminar sehari mengawali dengan mengedukasi buat calon pasien. Setidaknya mereka mengerti dahulu apa yang menjadi permasalahannya,” ujar Juanda kepada Trenzindonesia.com lewat WhatsApp-video call, Kamis (9/4) siang lalu.

Ir. H. A Juanda Spesialis Pengobatan TORCH.

Adanya wabah pandemik Coronavirus (Covid-19), pihak Aquatreat therapy Indonesia mengikut anjuran pemerintah #WorkFromHome dan #DirumahAja tak menggelar seminar tentang TORCH. Namun demikian, demi tak terputus kontak dengan pasien dan calon pasien, Juanda mengungkapkan,  menempuh cara live streaming melalui Facebook dan IG setiap hari Sabtu jam 10.00 WIB. “Pilihan ini dilakukan supaya pasien dan calon pasien tetap bisa berkomunikasi tentang TORCH,” ujarnya yang pernah mendapat penghargaan The Asean Most Dedicated Award, tahun 2002 ini.

Meskipun terbanyak pasien permasalahan susahnya memperoleh keturunan, tak menutup pasien keluhan pada penglihatan mata akibat TORCH. Untuk itu, Juanda mengungkapkan pasien Hazrina Syahdan yang mengalami Papilitis Optic Neuritis. “Alhamdulillah Hazrina kini tak lagi dihantui ketakutan dengan matanya. Hazrina bisa menyelesaikan S1 dan kini lagi mengisi kegiatan menghafal Al Qur’an,” kata Juanda sambil memberikan nomor telepon Hazrina, putri dari bapak H. Abdullah dan Ibu Hj. Eti Djulaeha ini.

Berikut ini,  pengakuan Hazrina Syahdan kepada Trenzindonesia.com lewat whatsApp-Voice, Kamis (9/4) malam lalu.

Jadi pertama kali sakit itu kelas 5 SD mau naik ke kelas 6 sekitar tahun 2005, awalnya malam sebelum sekolah demam tinggi cuma paginya sudah turun panasnya jadi saya putuskan tetap sekolah. Disekolah ada pelajaran komputer saat itu dan mulai ngerasa aneh penglihatannya tiba tiba jadi abu-abu saya lihat monitor komputer saat itu padahal harusnya putih, sempet bertanya sama teman tapi teman saya bilang warnanya putih.

 Saya kembali coba lihat lantai tapi tetep menurut saya itu abu-abu padahal saya tahu kalo itu putih.

Setelah makan siang disekolah, ada shalat dzuhur berjamaah, disini saya ngerasa kepala sama sakit banget pas ruku dan sujud rasanya mata seperti ingin keluar dan sakit banget. Sorenya pas pulang sekolah cerita ke orang tua kalo kepala saya sakit sampe mata mau keluar rasanya tapi merek lihat mata saya normal putih dah hitam tidak merah seperti orang sakit mata pada umumnya, saya diberi obat pusing dan demam waktu itu dan istirahat.

Besoknya saya tetap sekolah seperti biasa, tapi sakitnya makin luar biasa sampai saya izin minta pulang sama guru disekolah karna rasanya sudah benar-benar sakit. Sampai dirumah saya bilang ke orang tua kalo penglihatan saya makin aneh sudah bukan abu-abu lagi tapi benar-benar menuju silver seperti ada asap atau kabut pada penglihatan saya, sudah susah melihat saya lupa waktu itu mata kanan atau kiri saya yang sakit tapi satu mata ini susah melihat beda dengan yang satu lagi masih normal melihatnya.  

Saya berjalan harus dituntun dan pelan-pelan agar tidak ada gunjangan karna sakit sekali kalo terguncang. Siang itu saya dibawa ke klinik mata dan diperiksa dokter, namun dokter tersebut menyarankan untuk CT Scan dirumah sakit rujukan dokter tersebut karna beliau praktek disana. Sore hari itu juga sesuai janji dengan dokter tersebut saya dibawa oleh orang tua saya untuk CT Scan katanya menurut beliau saya “pendarahan di otak”.

Setelah hasil CT Scan keluar sebenarnya tidak ada apa apa dikepala saya namun dokter tersebut memaksa agar saya di opname dan segera tindakan pembedahan, orang tua saya kaget saat itu dan meminta penjelasan yang lebih terkait hal tersebut namun dokternya hanya memaksa agar saya di opname. Orang tua saya segera membawa saya pulang karna merasa ada yang tidak benar dengan si dokter.

Hari ketiga saya sakit, orang tua sudah sibuk browsing mencari rumah sakit dan dokter yang sekiranya dapat membantu saya. Diputuskan ke RS mata AINI. Pagi itu saya diperiksa dan bertemu dokter, lupa namanya tapi dokter tersebut menyarankan untuk bertemu dengan dr. Tanzil, sorenya saya bertemu beliau saya ceritakan apa yang saya alami dan dokter langsung menyuruh untuk foto mata. Hasil foto mata keluar dan terlihat seperti saraf mata saya bengkak dan berdarah.

Hari itu juga dokter putuskan untuk rawat inap karna jika tidak akan jadi buta permanen. Penyakit ini disebut “papilitis optic neuritis” adalah gangguan penglihatan akibat peradangan pada saraf mata (saraf optik).

Saya pun menjalani rawat inap selama  5 hari karna harus suntik setiap pagi, suntik ini untuk membangunkan saraf saraf yang tidur dan mengobati saraf yang bengkak dan berdarah.

Setelah 5 hari saya diharuskan pulang walaupun belum sembuh total, penglihatan saya belom sepenuhnya pulih. Namun, rangkaian pengobatan memang hanya sampai di hari ke-5 saja selebihnya sama bedrest dirumah selama 2 minggu dan minum obat yang diresepkan dokter.

Papilitis optic neuritis ini kambuh hingga 5 kali, hampir setiap tahun kambuh. Kambuh terakhir kali dokter meminta saya untuk MRI ingin lihat sebenarnya ada apa dan hasilnya bagus semuanya. Setelah hasil MRI keluar,  dr. Tanzil yang menangani saya menyerah merawat saya sudah bingung katanya karna saya sering sekali kambuh. Padahal dosis obat suntik sudah di naikan yang sebelumnya saat saya kambuh ke 2 dan ke 3 kali hanya 1 kali sehari suntik dipagi hari namun saat saya kambuh ke 4 dan ke 5 ini dosis ditinggikan dan saya suntik per 10 jam sekali selama 5 hari rawat inap.

Dengan berat hati dr. Tanzil menyuruh saya untuk dirawat dirumah dan tidak perlu datang lagi ke RS mata AINI karena dokter benar-benar sudah tidak tahu harus menangani saya dengan cara apa lagi.

Akhirnya saya dibawa pulang dan dirawat dirumah dalam kondisi mata saya masih buram dan sakit.

Keesokan hari, saya segera dibawa ke RSPP untuk bertemu dengan dokter ahli saraf dengan membawa hasil MRI sebelumnya, dokter langsung menyarankan saya untuk cek darah keseluruhan dan setelah hasil tes keluar toxoplasma IGg saya sebesar 1600 sekian saya lupa persisnya berapa dan dokter tsb menyarankan orang tua saya untuk membawa saya ke RSPI bertemu dengan dr. Soehendro spesialis penyakit dalam tropis.

Sorenya saya dibawa ke RSPI untuk menemui dr. Soehendro dengan membawa hasil lab. Seteleh bertemu saya diberi obat isoprinosine dan dokter menyarankan untuk kembali setiap 1 bulan sekali dan rutin mengkonsumsi obat tersebut.

Setelah hampir 1 tahun saya bulak balik ke RSPI dengan meminum obat yang sama dan cek darah setiap bulannya toxo IGg saya mulai turun perlahan tapi dokter menyarakan untuk meminum obat tsb seumur hidup saya.

Keluarga tidak putus ikhtiar agar saya sehat dan benar benar pulih. Sampai akhirnya Allah SWT memberikan jalan lewat acara televise, dimana Ir. H. Juanda sedang membicarakan TORCH dan herbal.

Saya ingat betul, saya langsung dibawa ke bandung pagi itu karna ada seminarnya pak Juanda, sampai disana saya bertemu bapak dan menjelaskan apa yang saya alami. Alhamdulillah saya konsumsi herbal ini sejak saya SMP kelas 3 tahun 2009 akhir kalau tidak salah saya sudah tidak minum obat resep dari dr. Soehendro karna ingin ikhtiar dengan herbal ini.

Saat saya kuliah ditahun pertama (2013) saya sempat terkena rubella karna imunitas saya sedang lemah dan saat itu sempat sudah tidak konsumsi herbal beberapa bulan, alhamdulillah saya konsumsi kembali herbal pak Juanda sampai saat ini umur saya sudah 24 tahun (2020),  saya konsumsi herbal ini dan sehat tidak pernah kambuh papilitis optic neuritis saya alhamdulillah saya bisa melihat kembali.

Setelah menjalani pengobatan herbal Pak Juanda ini, Alhamdulillah Allah kasih kesehatan lewat herbal ini, luar biasa bersyukur bisa melihat lagi dan nggak kambuh penyakitnya. Yang paling seneng akhirnya bisa makan makanan yang dilarang sama dokter selama proses pengobatan dan bisa olahraga sekarang karena sebelumnya dokter melarang untuk olahraga karena tidak boleh ada guncangan di mata.

 Semoga dari cerita pengalaman aku ini bisa membantu lebih banyak orang yang sama strugglenya seperti orang tuaku dan aku dulu, tetap semangat dan gak putus asa dalam menjalani ikhtiar demi kesembuhan, insya Allah sama beruntungnya sama aku yang bisa melihat lagi seperti sekarang.

Tetap ikhtiar untuk pengobatan dengan apapun dilakukan dan alhamdulillah ketemu dengan herbal pak Juanda ini bisa benar-benar stop konsumsi obat dari dokter. Tapi sampai sekarang saya masih tetap mengkonsumsi herbal pak Juanda walaupun sudah nggak kambuh hanya untuk pencegahan saja.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here